Terlahir dari keluarga miskin siapa yang mau, memang
takdir Allahlah yang menentukan segalanya. Ada 4 takdir yang Allah tetapkan
pada diri manusia, yaitu jodoh, mati, rezeki dan kebahagian atau kecelakaan.
Keempatnya sudah Allah tiupkan pada setiap diri manusia bersamaan dengan
ditiupkannya ruh.
Ada
sebuah keluarga miskin yang dikaruniai banyak anak. Keluarga besar itu tinggal
di sebuah pedesaan yang tak jauh dari ibukota. Mereka menyadari bahwa
kemiskinan bukanlah sebuah takdir, meskipun memang rezeki termasuk ke dalam
salah satu takdir. Namun, tahu dan sadar saja tidak cukup, harus ada usaha
keras dari diri mereka sendiri agar keluar dari zona miskin.
Kebal,
anak keenam dari keluarga tersebut memiliki sifat yang khas ketimbang kelima
saudaranya yang lain. Kebal adalah anak bungsu yang selalu dimanja dan dituruti
semua keinginannya. Semenjak lulus SMA ia sama sekali tidak berpikir untuk
bekerja, menghasilkan uang dan bahkan membahagiakan orangtuanya. Ia seperti
laiknya anak yang hidup di belakang ketek ibunya. Setiap hari ia selalu
menguras keringat ibunya sendiri. Bukannya ia yang bekerja, tapi malah ibunya
yang bekerja. Ibunya, Sukiarti bekerja menjadi buruh di keluarga saudara
kandungnya yang kedua.
Memang
Teti, saudara kandungnya yang kedua sudah bisa hidup sendiri, tidak lagi
bergantung pada ibunya yang kini tinggal sendiri semenjak ditinggal suami 2
tahun yang lalu. Mereka berusaha keras untuk keluar dari zona miskin. Hingga
akhirnya mereka bisa menyekolahkan anak pertamanya di sekolah kebidanan dari
hasil usahanya menjadi tukang bubur.
Pagi
hari Sukiarti sudah berangkat ke rumah Teti, anaknya. Kadang ia bekerja sebagai
pencuci piring, ‘penjujut’ daging, atau pemotong hati ayam. Ia diberi upah
20.000 setiap harinya.
Sesuai dengan namanya, Kebal, kebal hati,
kebal iman dan kebal malu. Rasanya ia sudah tak punya malu tiap hari meminta
uang kepada ibunya yang dengan susah payahnya ia dapat setelah bekerja keras
seharian. Tak punya hati memang, apalagi iman. Hingga di usianya yang ke-27 ia
menikah dengan seorang perempuan desa. Tak ubahnya ikan yang keluar dari
habitatnya, ia kebingungan menghidupi keluarganya. Hingga akhirnya, kembali ke
sifat bawaannya, ia memperkerjakan ibunya sendiri sebagai buruh untuk
menghidupi keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar